Powered by Blogger

20 Oktober 2010

ranting, dahan dan daun

Pagi ini diriku bercumbu dengan dinginnya embun, setelah tadi malam hujan lebat. Guntur dan kilat saling bersahutan, membuat diriku kiku menatap langit. Tertegun diriku ditenda beratap terpal biru yang menjadi satu-satunya tutup atas gubuk itu. Kusulutkan sebatang rokok pada dinginnya pagi, membawa diriku pada kisah kelam namun klasik saat hidupku bertemu rinai gerimis hati. Diriku terbawa pada masa silam dimana hanya ada kelam, dan suatu yang tak terjawab.
Langit tampak gelap, hanya seberkas cahaya yang muncul diufuk timur. Mentari berlahan-lahan menanjak langit, berlomba dengan beberapa ekor ayam kampung untuk eksis meramaikan pagi. Diriku tertegun melihat pohon asam berderai air embun. Seperti permata, butiran-butiran embun itu membalikan seberkas cahaya mentari. Seperti menyapa, pohon itu mengoyakan ranting, dahan dan daun saat angin berhembus. Nafasku membawa kembali ke masa itu, masa dimana aku terbaring kaku dalam sudut pandangku. Angkuh dalam pembahasan jiwa, tanpa kompromi mengacuhkan rasa.
Aku berjalan menuju suatu arah, dimana tak seorang pun tau. Aku merenung akan suatu hal yang membuat diriku tertegun di bawah mimpi, kelam tentunya kawan. ahh, aku baru ingat akan suatu cerita klasik dimana ada seorang pria yang berjalan mundur untuk kembali menemukan hidupnya. aku pun bertanya pada hatiku sendiri " siapa gerangan yang membuat ini sempurna untuk diriku"? aku berjalan lagi diantara riuh ramai pasar, kuliahat penjual kue asongan, dia menatap diriku sayu, sambil menawarkan dagangannya, dia kelihatan menghitung uang yang diterimanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar